Minggu, 02 April 2017

My Ex | Jinyoung (GOT7) & Sana (TWICE) |

Jinyoung & Sana






| Hanya 2 hari, dan aku menyesal |


---------------My Ex----------------

Aku menghembuskan nafasku dengan kasar. lagi, hati ini terlalu sakit untuk melihat pemandangan di depan sana. Bahkan rasanya bernafas saja susah. Aku tak berhak memiliki perasaan ini lagi. Semuanya telah selesai. Dia telah bahagia, lalu apa yang harus ku sesali? Bukankah aku yang memutuskannya? Tapi kenapa seolah-olah akulah yang paling kehilangan?

"Sana, apa yang kau lihat lagi? Bukankah ini keinginanmu?"

Aku tak menjawab pertanyaan Momo yang telah berdiri di sampingku. Mataku hanya fokus memperhatikannya.

"Sudahlah, dia telah bersama SinB"

Kembali aku menghela nafas lalu aku menoleh menatap Momo. "Kenapa dia malah memilih SinB? Padahal akulah lebih dari SinB."

Momo menggelengkan kepalanya kecil, "Aku juga tak tahu. Mungkin cinta?" ujarnya sambil tersenyum penuh arti.

Aku mendengus. "Cinta... tak mungkin"

Aku langsung pergi begitu saja meninggalkan Momo. Rasanya tubuhku sangat panas sekali berada di satu ruangan dengannya. Aula ini telah membuatku terbakar cemburu. Segera aku kembali ke kelasku.

***

Bel telah berbunyi menandakan pulang sekolah. Teman sekelasku berlomba-lomba keluar dari kelas. Aku malah asik memainkan handphone membuka media sosial, berita apa yang menghebohkan hari ini.

"Sana, kau tak pulang?"

Suara Momo mengalihkan pandanganku, "Sebentar lagi aku pulang" jawabku kembali asik menatap layar handphone-ku.

"Yasudah aku pulang duluan"

Setelah itu Momo pergi. Saat aku membuka media sosial, tak sengaja aku melihat foto Jinyoung bersama SinB sedang tersenyum lebar. Mendadak aku menjadi emosi, ditambah lagi foto itu di upload 2 menit yang lalu. Itu artinya SinB baru mengupload-nya. Dasar gadis centil, cepat sekali dia bergerak. Untuk apa coba dia mengupload foto ini, biar semua orang tau kalau mereka berpacaran?

Astaga ini membuatku kesal. Segera aku menutup semuanya. Lalu buru-buru memasukkannya kedalam tas.

***

Aku berjalan keluar sekolah. Sekolah sudah sepi, tak ada lagi siswa yang kelihatan di depan gerbang. Baru saja aku keluar gerbang, seseorang memanggilku, membuatku menoleh ke belakang.

"Sana!"

Aku hanya diam menatapnya dari jauh. Melihat wajahnya saja membuatku ingin menghajarnya berkali-kali. Tak ada senyum yang menghiasi wajahku, yang ada hanya wajah datar, tapi hatiku malah menghangat melihatnya dari kejauhan sambil tersenyum kecil. Aku benci seperti ini.

Dia berjalan mendekatiku, tak lepas dari senyum manisnya. “Mau pulang? Mau ku antarkan?” tawarnya setelah sudah di hadapanku.

Aku membuang muka, “Tidak mau” tolakku.

Sekejap senyumnya langsung hilang begitu saja mendengar penolakanku dan aku jadi merasa bersalah, padahal hatiku malah berlompat mengiyakan.

“Kenapa? Rumah kita bukankah searah?” ujarnya, aku kembali menatapnya. Dia tersenyum kembali, tapi kali ini senyumnya berbeda seperti tadi. Seperti ada rasa takut, apa dia takut aku menolak tawarannya lagi.

“Kau berbohong”

Senyumnya kembali hilang. “Aku tau kau berbohong, rumahmu berbeda arah denganku. Bahkan bisa di bilang jauh dari rumahku.” Ujarku dengan suara mulai mengeras. Ntah kenapa aku menjadi emosi sendiri. Rasanya aku ingin sekali memarahi pemuda ini sekarang juga. Apa ini karena aku melihat fotonya bersama SinB tadi? Ah mengingatnya saja membuatku kesal sendiri.

Dia hanya diam menatapku, aku tak tahu arti tatapannya. Tanpa pamit aku pergi meninggalkannya dengan wajah marah.

***
Hari ini adalah hari valentine. Biasanya di sekolahku akan mengadakan tradisi. Tradisi seperti menyatakan cinta di hadapan seluruh penghuni sekolah. Seperti yang sedang ku lihat sekarang. Dihadapan ku sana, ada seorang pemuda yang berlutut di hadapan seorang gadis sambil menyerahkan sebuket bunga rose pada gadis itu. Lalu gadis itu mengambilnya dengan malu-malu, spontan seluruh sekolah yang melihatnya langsung berteriak tak jelas.

Aku hanya tersenyum melihat kedua remaja itu yang kini sudah sah menjadi sepasang kekasih. Tapi sesaat senyumku langsung lenyap saat melihat Jinyoung di seberang sana sedang menatapku. Dia hanya menatapku datar. Ntah apa yang kulakukan, aku malah tersenyum kecil dengannya. Dan dia juga membalas senyumku, tentu saja ini membuat detak jantungku berdegup dengan kencang. Senyumnya.. begitu manis.

Tapi hanya sesaat, SinB datang menghancurkan. Gadis itu malah menggandeng lengan Jinyoung lalu membawa pemuda itu pergi dari hadapanku. Aku menatap kepergian mereka dengan hati yang hancur berkeping-keping. Bukankah tadi moment yang sangat romantis untukku? Padahal aku hanya ingin mengingat kenangan ku bersamanya dulu.

“Sana, ayo kesana. Disana akan ada yang menyatakan cinta lagi” teriak Momo histeris, seraya menarikku paksa.

Aku hanya pasrah mengikuti kemauan Momo. Sudahlah, apalagi yang ku harapkan dari Jinyoung, pemuda itu telah memilih gadis lain.

***
Aku berjalan memasuki kamar mandi wanita. Aku mulai membagusi tatanan rambutku, setelah itu tersenyum sendiri di cermin yang ada di hadapanku. Mungkin bagiku aku terlihat cantik dengan ikat rambut satu, segera aku memfoto diriku sendiri sambil tersenyum manis lalu mengupload-nya ke media social.

Aku tersenyum puas melihat wajahku yang tersenyum manis setelah ku upload, dan tak lama sudah banyak yang meng-like.

Deg..

Jantungku berdegup dengan kencang, saat Jinyoung berkomentar.

‘Manis
J

Dan itu berhasil membuat rona merah di pipiku.

Aku menggelengkan kepalaku beberapa kali lalu menepuknya, sadarlah Jinyoung sudah bersama SinB. Mungkin itu hanya pujian sebagai teman saja. Astaga kenapa aku menjadi berlebihan, apalagi ini hanya komentar yang biasa saja.

Buru-buru aku keluar kamar mandi sebelum Momo mencariku. Baru saja aku keluar kamar mandi, mataku langsung menangkap Jinyoung dengan teman-temannya berjalan kearah ku.

Aku menggiggit bibir bawaku, kenapa aku menjadi takut. Dan ini apa, kenapa jantungku berdegup dengan kencang lagi. Okeh, tenang. Lupakan dia, anggap saja dia tidak mengomentari fotomu itu.

Dengan keberanian aku berjalan melewatinya. Tapi sesaat langkahku terhenti saat seseorang memanggilku.

“Sana”

Aku tahu betul, itu bukankah suara Jinyoung. Aku menoleh ke belakang, dan benar itu bukan suara Jinyoung, dia Youngjae.

“Salam kenal, aku Youngjae” ujarnya seraya tersenyum padaku.

Aku hanya menatapnya sekilas lalu kembali melanjutkan jalanku. Tidak penting aku mengetahui namanya. Dia bukan type ku.

***
Aku menghela nafas melihat Momo malah asik membaca sebuah novel yang tebal. Mendadak rasa menyesal datang, kalau tau begini aku tidak ingin menginap di rumahnya. Dia malah asik telungkup sambil membaca novelnya, dan aku? Ntahlah aku seperti orang bodoh yang hanya diam memperhatikan sekeliling kamarnya.

“Momo, kenapa kau mendiamiku seperti ini. Aku sungguh bosan” kesal ku.

Dia bangkit menduduki dirinya di sebelahku. Aku membutar bola mataku malas saat melihat cengiran yang tak bersalah itu.

“Mmmh.. bagaimana hubunganmu dengan Jinyoung sekarang?”

Pertanyaan itu membuatku mendengus dan menoleh malas padanya. “Kenapa kau menanyakan itu?”

Dia menutup novelnya lalu menatapku serius. “Aku ingin bertanya dan kau harus berjawab jujur”

Aku mengangkat alisku satu, tidak mengerti maksudnya yang terlihat serius.

“Apa?”

“Siapa cinta pertama mu?”

Pertanyaan itu berhasil membuatku diam tidak dapat berkutik sedikit pun. Aku hanya menatap Momo dalam diam. Dadaku langsung berdegup kencang mengucapkan satu nama yang selalu mengusik pikiranku.

Momo menatapku intens menunggu jawaban yang keluar dari mulutku. Aku mulai membuka mulutku dan mengucapkan nama yang sedari tadi hatiku teriaki.

“Jinyoung”

Jawabanku itu lantas membuat Momo berteriak tertawa. “Hahaa… kau lucu sekali”

Aku mengernyit menatapnya tidak mengerti. Apanya yang lucu, aku berkata jujur.

“Apanya yang lucu?” tanyaku.

Momo akhirnya berhenti tertawa lalu menatapku kembali serius. “Kau serius?”

Aku menganggukkan kepalaku. Lalu aku mengadah kedepan. “Jujur, dia adalah cinta pertama ku. Dari seluruh pemuda yang pernah berpacaran denganku, hanya Jinyoung lah yang berhasil membuat jantungku berdegup dengan kencang dan dengannya aku selalu merasa aman dan nyaman. Dan aku mengklaimnya sebagai cinta pertama ku. Tapi sayangnya cinta pertama ku malah seperti kisah yang tragis” ungkap ku pada Momo sambil membayangkan wajah Jinyoung, dan itu berhasil membuat ujung bibirku tertarik.

Momo malah mengguncangkan tubuhku membuatku tersadar. “Sadarlah Sana. Bagaimana bisa dia menjadi cinta pertama mu”

“Aku tak tahu Momo.”

“Sana, kalian hanya berpacaran 2 hari. Dan kau bilang dia cinta pertama mu, kau gila ya. Bagaiamana bisa mencintai hanya dalam 2 hari.”

Aku menatap Momo dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca, ntah apa yang membuat hatiku mendadak mengilu. “Sudah ku katakan aku tak tahu Momo. Dia berbeda untukku. Aku.. aku sangat mencintainya. Tapi kenapa kami berpisah” dan akhirnya sesuatu yang hangat keluar dari mataku.

Momo langsung memelukku, menepuk pundakku pelan. Aku tidak bisa menahannya, aku menjadi menangis di dalam pelukan Momo. Rasanya hatiku ngilu.

“Sudahlah Sana, jangan menangis. Bukankah kau yang memutuskannya”

Aku melepaskan pelukan Momo dan menatap gadis itu. “Tapi.. aku hanya mengerjainya saja karena april mop.”

Momo menggelengkan kepalanya. “Dia tidak suka di mainkan. Disini kaulah yang salah, kau yang mengambil tindak seperti itu sekarang terimalah akibatnya. Tak ada yang bisa kau sesali, lagian dia sudah bersama SinB.”

Aku semakin menangis mendengar perkataan Momo. Momo benar, disini akulah yang salah bukan dia. Akulah yang memainkan Jinyoung. Tapi kenapa pemuda itu menerima saja saat aku meminta putus darinya, padahal aku hanya mengerjainya.

“Tapi.. tapi kenapa dia selalu seperti mendekatiku. Dia selalu memintaku menunggunya bermain futsal, dia selalu memintaku datang ke pertandingannya, dia selalu memperhatikan ku jika aku melewatinya, dia selalu menawariku tumpangan, dia selalu berbohong kalau rumahnya dekat denganku padahal sangat jauh sekali jaraknya dengan rumahku. Dan.. dia selalu tersenyum denganku. Apa maksudnya semua itu?” histeris ku sambil menangis.

Momo menatapku prihatin, lalu dia kembali memelukku dengan erat. “Aku tau perasaanmu. Aku ingin kau bersabar. Mungkin ia masih menyukaimu, tapi tak berani. Kau harus sabar ya, Sana gadis yang kuat”

Aku menangguk di pundaknya. Meluapkan semua isi hatiku membuatku menjadi tenang, rasanya beban di pundakku berkurang.

Tiba-tiba saja ponsel ku bordering membuat kami melepaskan pelukan. Aku langsung mengambil ponsel ku yang ku letakkan di meja kecil samping tempat tidur Momo.

Sebelum aku mengangkatnya aku menghapus air mataku dan menetralkan suaraku lalu segera aku menggesek layar ku setelah tau siapa yang menelpon ku.

“Sana, dimana kau?”

“Aku sedang di rumah Momo Bu, ada apa?”

“Kenapa lama sekali kau pulang? Ini sudah jam 12 malam”

“Aku sudah bilang sama Ibu, kalau aku menginap di rumah Momo.”

“Tidak! Sekarang juga kau pulang, Ibu tidak mua tau. Kau harus pulang malam ini juga!”

Clik

Baru saja aku ingin membalas ucapan Ibu, Ibu langsung mematikan sambungannya.

“Ada apa?”

Aku menoleh menatap Momo. “Ibu menyuruh ku pulang” ujarku sedih.

“Yaa.. tidak seru”

Aku mengangguk sedih. “Bagaimana aku pulang?”

Momo tampak bingung. “Ayah dan Ibu ku sudah tidur, apa aku harus membanguninya?”

Saat Momo ingin beranjak dari tempat tidurnya aku langsung menariknya. “Tidak usah, tidak enak, aku kan hanya menumpang saja.”

“Lalu bagaimana kau pulang?”

Aku terdiam sebentar. Bepikir bagaimana aku pulang. Aku langsung mengambil handphone-ku mencari nomor teman sekelas ku.

“Aku coba menelpon Mingyu, semoga dia mau membantuku”

Aku langsung menekan nomor Mingyu menghubungi pemuda itu. Momo menatapku begitu serius. Tidak ada sahutan, akhirnya aku mematikan sambungannya. Aku menggelengkan kepalaku lemas. “Dia tak menjawab”

“Coba yang lain.”

Aku mencoba nomor teman sekelas ku yang laki-laki dan semuanya tidak ada yang mengangkat telepon ku. Apa mungkin semuanya sudah tidur? Ah cepat sekali mereka tidur.

“Tak ada yang menjawab, bagaiamana ini Momo?”

Aku sudah berkeringat dingin, ketakutan sudah menghampiriku. Tak ada yang bisa membantuku, Ibuku sedari tadi mengirim pesan padaku untuk segera pulang.

Ding

Tiba-tiba saja sebuah pesan membuatku cepat-cepat membukanya.

“Sana, kau dimana?”

Dan hatiku langsung menghangat melihat siapa yang memberiku pesan. Hampir saja air mata ku jatuh jika Momo tidak mengguncangkan tubuhku.

“Jinyoung” ujarku sambil tersenyum.

“Cepat telpon dia, minta tolong sama dia. Dialah harapanmu sekarang”

Dengan cepat aku menelpon Jinyoung. Betapa senangnya aku, saat pemuda itu mengangkatnya.

San—

“Jinyoung-ssi, tolong aku” cicitku dengan nada memohon.

“Kau dimana?”

“Aku.. aku di rumah Momo. Apa.. apa kau bisa menjemputku disini?” mintaku.

Tak ada balasan darinya, yang ada hanya hening. Apa ia mematikan sambungannya? Aku menjauhkan handphone ku dari telingaku lalu melihat layar handphone-ku, masih tersambung tapi kenapa dia hanya diam saja. Kembali aku mendekati ke telingaku.

“Jinyoung-ssi… kalau kau tak ma—“

“Tunggu disana, aku akan datang”

“Terimakasih, aku.. aku sangat berterimakasih padamu.” Ujarku dengan senyum di bibirku dan jantung ini berdetak dengan kencang lagi.

“Aku senang kau berbicara lembut dengan ku. Sudah lama kau tidak pernah lagi menyebut namaku. Rasanya seperti bisikan halus yang menggelitik di telingaku”

Aku rasa pipiku memerah. “Maafkan aku”

“Tidak apa-apa. Sekarang kau tunggu disana. Aku akan datang menjemputmu”

Aku mengangguk antusias. “Baiklah, kau juga harus berhati-hati”

“Baiklah”

Clik

“AAH!” teriakku antusias.

“Apa yang dikatakannya” Tanya Momo ikut antusias.

Aku hanya tersenyum menatapanya. “Dia.. dia begitu manis”

Momo berdecak lalu memukul ku. “Dia mau membantumu atau tidak?”

Aku mendengus sambil mengusap lenganku akibat pukulannya. “Ya dia mau. Dia memang malaikatku”

“Syukurlah”

***
“Ayo naik”

Aku terdiam sebentar memperhatikan wajahnya yang hanya di sinari cahaya lampu jalan. “Apa tidak apa?” tanyaku ragu.

Dia tersenyum lembut dan itu membuatku meleleh. “Tidak apa, sekarang naiklah”

Aku pun bergerak mendekatinya lalu menaiki motornya.

“Baiklah mari kita jalan”

Dia mulai menjalankan motornya. Angin yang berkencang meniup tubuhku membuatku menjadi kedinginan.

“Jinyoung-ssi bisakah kau memelankannya? Ini sangat dingin sekali” teriakku dari belakang agar ia mendengarnya.

Dia menurutiku, perlahan dia memelankan motornya. Ujung bibirku tertarik. Saat-saat seperti ini membuatku ingin menjadi kekasihnya seperti dulu. Perlahan aku melingkarkan tanganku di pinggangnya dan menyandarkan kepalaku pada punggungnya. Rasanya begitu nyaman dan hangat. Aku sangat menyukainya. Kalau bisa aku ingin waktu di hentikan sekarang juga. Aku masih ingin bersamanya. Jika aku punya keberanian, aku akan menyatakan perasaanku kembali padanya. Ya, jika aku punya keberanian.

***
Pandangan ku sedikit buram. Kepalaku rasanya sedikit berdenyut. Tanganku bergerak memijit keningku. Kenapa rasanya kepalaku sangat pusing. Bahkan saat melihat Momo lagi tampil cheerleader serasa melihat dua bayangan. Dan itu semakin membuatku semakin pusing.

Aku menutup mataku lalu tersenyum saat seseorang memijit keningku dengan lembut membuatku begitu nyaman.

“Apa kau kurang tidur?”

Spontan mataku terbuka mendengar suara itu, lalu menoleh ke samping ku. Tubuhku menegang saat Jinyoung sudah duduk di sampingku di tambah lagi kami begitu dekat.

Aku langsung menurunkan tangan Jinyoung dari kepalaku. Lalu aku kembali mengadah kedepan, berpura-pura tak melihatnya. Padahal mataku sangat ingin sekali meliriknya.

“Aku sudah mengatakan padamu, jangan memikirkan perkataanku kemarin”

Aku masih mendengar kekehannya. Ucapannya itu membuatku mengingat kejadian semalam. Dan itu kembali berhasil membuat pipi ku menjadi merah merona.

“Sana”

Aku berbalik saat Jinyoung memanggilku.
Dari jarak yang tak jauh darinya ia tersenyum lembut padaku.

“Apa aku masih punya kesempatan?”

Aku terdiam mendengarnya. Apa maksudnya, kenapa dia seolah-olah meminta balikan? Benarkah? Aku mau!

Belum sempat aku menjawab, ia malah mendahuluiku. “Jangan di pikirkan, sekarang masuklah ke rumahmu, Ibumu pasti sudah khawatir”

Aku menganggukkan kepalaku. Lalu dia pergi begitu saja meninggalkan pertanyaan besar padaku.

“Apa kau tidur nyenyak?”

Aku hanya menanggukkan kepalaku dengan kikuk tanpa menoleh. Jantungku sudah berdetak lebih kencang, jika di tambah melihatnya bisa-bisa ini akan meledak dan aku takut dia mendengarnya.

Aku masih mendengar dia menghela nafas dengan berat. “Sepertinya kau tak ingin di ganggu”

Dengan cepat aku langsung menoleh, dia sudah beranjak dari duduknya. Aku langsung menarik tangannya. “Bisakah kita berbicara”

Dia tersenyum menganggukan kepalanya.

***
“Apa yang ingin kau bicara kan?”

Aku diam seperti patung memandangnya. Aku malah menoleh kearah lain. Baiklah ini saatnya mengakui semuanya, aku sudah tak tahan dengan semuanya. Rooftop sekolah ini akan menjadi saksinya.

Aku kembali menatapnya. “Jinyoung-ssi”

Dia hanya mengangkat alisnya satu menunggu ucapanku. “Aku—aku masih menyukaimu”

Hening. Kami sama-sama diam saling menatap. Aku kembali memberanikan diriku. “Aku—aku masih mengharapkanmu”

Dan dia tetap diam.

“Aku tak bisa menyangkalnya. Jujur, aku menyesal memutuskanmu. Saat itu aku hanya mengerjaimu, karena april mop. Aku pikir kau akan mempertahankanku, tapi aku salah. Kau malah mengiyakannya dan tak memperdulikan ku lagi.”

Aku menarik nafasku dengan dalam lalu melanjut ucapanku. “Hatiku begitu sakit dan begitu rapuh. Lalu aku berpikir kau juga hanya mempermainkanku, dari situ aku mencoba bersikap dingin padamu, tapi kau malah berbuat manis di hadapanku. Dan itu membuatku mengharapkanmu kembali padaku. Tapi aku salah, kau malah sudah memiliki kekasih. Aku.. aku salah. Maafkan tindakah cerobohku”

Air mataku sudah turun satu persatu. “Hanya 2 hari dan aku menyesal”

Semua yang ada di hatiku meluap begitu saja. Mulutku dengan lancar melontarkan semua isi hariku. Aku hanya menatapnya dan dia juga hanya menatapku diam.

Aku menarik nafasku. “Aku hanya mengharapkanmu. Aku tidak memaksamu kembali padaku. Aku hanya ingin, kau tau isi hatiku. Itu saja” ungkapku sambil tersenyum tulus padanya.

Dia tetap sama, hanya diam. Aku sudah tau apa yang di pikirkannya. Segera aku berbalik melangkah meninggalkannya. Tapi dia malah menarikku kedalam pelukannya.

Tentu saja aku terkejut. Apa yang dilakukannya.

“Baiklah mari kita ulangi”

Mulutku ternganga mendengarnya. Apa yang baru di ucapakannya benar? Atau aku yang salah dengar?

“A—apa?” tanyaku memastikan.

“Mari kita ulangi kisah cinta kita.” Ulangnya lagi.

Tanpa berpikir panjang aku membalas pelukannya dengan erat. Dia mengelus kepalanya membuatku menjadi nyaman.

“Aku sangat mencintaimu” bisikannya begitu lembut mengenai telingaku dan berhasil menggelitik di perutku.

Tiba-tiba aku teringat dengan SinB yang berstatus sebagai kekasih Jinyoung. Langsung saja aku melepaskan pelukannya.

“Lalu bagaimana dengan SinB?” Tanya menatapnya.

Dia mengernyit. “SinB? Apa hubungannya dengan SinB?”

“Bukankah dia kekasihmu?”

Dia malah terkekeh. “Sejak kapan SinB menjadi kekasihku?”

“Lalu kenapa kalian terlihat mesra sekali.”

“Dia menyukaiku.”

Ntah keberanian dari mana, aku memukul pundaknya. “Awas saja kalau kau juga menyukainya”

Aku mendengar dia tekekeh, “Tidak akan, hatiku masih terpikat denganmu. Maafkan aku karena tidak peka. Seharusnya aku tidak mengiyakan ucapanmu dulu”

Aku menundukkan kepalaku, rasa bersalah kembali. “Aku minta maaf”

“Tak apa, sudahlah lupakan saja. Sekarang mari kita mulai dari awal”

Aku mengangguk lalu kembali memeluknya. Rasanya dunia adalah milik kami. Dan jantung ini tak berhenti berdetak lebih kencang. Dalam pelukannya membuat diriku menjadi sangat nyaman.

Aku berjanji tidak akan memainkannya lagi. Dan aku akan selalu menjaga cintanya.

***
END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar